Rabu, 30 Maret 2011

kelompok 5 dan 6 pancasila

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
Negara etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan :
(1) asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku,
(2) disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrastis).
(3) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral) ( Suseno, 1987: 115).

-Pengertian etika sebagai salah satu cabang filsafat praktis,
berdasarkan teori-teori etika dikembangkan pengertian pancasila sebagai sistem etika.


Dalam pembagian cabang-cabang ilmu pengetahuan, etika adalah anak cabang dari filsafat. Masuk dalam kategori filsafat praktis. Pembahasannya langsung mengarah pada tindakan dan bagaimana manusia harus berbuat. Filsafat praktis ini diupayakan untuk memberi pemahaman pada manusia dalam mengarahkan tindakannya. Begitulah etika sebagai bagian dari filsafat praktis bekerja. Kemudian pun etika masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Mengingat manusia memang memiliki kedua dimensi itu. Sebagai individu dan makhluk sosial. Sebagai individu manusia memiliki kewajiban-kewajiban terhadap dirinya sendiri, terhadap Tuhan, dan wilayah-wilayah hidup mereka yang berkenaan dengan sisi individual. Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia diarahkan untuk mengatur hidup sesuai dengan garis kodrat mereka sebagai makhluk sosial, berkenaan dengan nilai-nilai moral yang menentukan sikap dan tindakan antarmanusia.
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”.Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi dan banyak lagi, dan pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab didunia.Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan bukan hal yang gampang, karena berasal dari tingkah laku dan hati nurani.
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu. Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.

*Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina dan , seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.

*Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika indvidual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial di lain hal membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, dan etika politik. Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Unsur-unsur hakekat manusia merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai kesatuan organis.
Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma dan moral. Mari kita membahas pengertian tiap-tiapnya, dan hubungan antaranya.
a. PengertianNilai : Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiriNorma : Aturan tingkah laku yang idealMoral : Integritas dan martabat pribadi manusiaSedangkan etika sendiri memiliki makna suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral.

b. Hubungan nilai, norma dan moral nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antarnya dapat diringkas sebagai berikut :
1. Nilai: kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin). - Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia;- Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan batiniah manusia- Nilai dapat bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia
2. Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia. Norma hokum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hukum
3.Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika
4.Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap dan -tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
5.Moral dan etika sangat erat hubungannya.

Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut.

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :
a) Nilai kebenaran
b) Nilai keindahan
c) Nilai kebaikan
d) Nilai religius

-Pengertian etika politik,dan berdasarkan rincian nilai2 etika yang terkandung dalam pancasila kemudian secara praktis diterapkan dalam kehidupan politik.


Dalam konteks inilah agaknya pembicaraan tentang etika politik menjadi relevan. Haryatmoko (2003) menjelaskan pentingnya pembahasan mengenai etika politik setidaknya karena tiga alasan. Pertama, betapa pun kasar dan tidak santunnya suatu politik, tindakannya tetap membutuhkan legitimasi. Legitimasi tindakan ini mau tidak mau harus merujuk pada norma-norma moral, nilai-nilai, hukum atau peraturan perundangan. Di sinilah letak celah di mana etika politik dapat berbicara dengan otoritas. Kedua, etika politik berbicara dari sisi korban. Politik yang kasar dan tidak adil akan mengakibatkan jatuhnya korban. Korban akan membangkitkan simpati dan reaksi indignation (terusik dan protes terhadap ketidakadilan). Keberpihakan pada korban tidak akan menoleransi politik yang kasar. Jeritan korban adalah berita duka bagi etika politik. Ketiga, pertarungan kekuasaan dan konflik kepentingan yang berlarut-larut akan membangkitkan kesadaran tentang perlunya penyelesaian yang mendesak dan adil. Penyelesaian semacam ini tidak akan terwujud bila tidak mengacu pada etika politik. Pernyataan "perubahan harus konstitusional" menunjukkan bahwa etika politik tidak bisa diabaikan begitu saja.
Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup yang baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Definisi etika politik ini membantu menganalisis korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur yang ada. Dalam perspektif ini, pengertian etika politik mengandung tiga tuntutan: (1) upaya hidup baik bersama dan untuk orang lain; (2) upaya memperluas lingkup kebebasan; dan (3) membangun institusi-institusi yang adil.
Etika,mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Tidak! Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri ini.
Di sisi lain nasionalisme kita berubah menjadi “kebangsaan uang”. Tidak terlalu digubris bahwa nasionalisme kita hanya akan berkembang dengan subur di alam demokrasi ini, bila Pancasila dijadikan acuan dalam etika politik. Etika politik bisa berjalan kalau ada penghormatan terhadap kemanusiaan dan keadilan. Ini merupakan prasyarat dasar yang perlu dijadikan acuan bersama dalam merumuskan poltik demokratis yang berbasis etika dan moralitas.
Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaban publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi pelindung rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaban publik yang hancur inilah yang seringkali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan, dan agama. Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah masa depan bangsa ini kabur. Sebuah kekaburan yang disebabkan kerena etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik.
Publik hanya disuguhi hal yang menyenangkan dan bersifat indrawi belaka. Artinya hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah yang membuat publik terajari agar menerapkan orientasi hidup untuk mencari gampangnya saja. Keadaban kita sungguh-sungguh kehilangan daya untuk memperbarui dirinya. Etika politik yang berpijak pada Pancasila hancur karena politik identik dengan uang. Uang menjadi penentu segala-galanya dalam ruang publik.
Hal ini sangat ironis karena mengakibatkan hilangnya iman dalam kehidupan manusia. Iman tidak lagi menjadi sumber inspirasi batin bagi kehidupan nyata. Iman hanya sekedar simbol lahiriah yang menjelma dalam ritus dan upacara. Iman tidak terkait dengan tata kehidupan dan akibatnya dia tidak menjiwai kehidupan publik. Politik tidak tersentuh oleh etika iman, seperti yang diajarkan oleh sila pertama dari Pancasila, KeTuhanan Yang Maha Esa.
Di masa reformasi yang serba boleh ini, kemunduran etika politik para elite dalam setiap jejak perjalanannya membuat kita menjadi “miris”. Kemunduran etika politik para elite ini salah satunya ditandai dengan menonjolnya sikap pragmatisme dalam perilaku politik yang hanya mementingkan kelompoknya saja. Kepentingan bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya. Dan masing-masing kelompok berpikir demikian.
Jadi jika kita tarik logika yang ada di kepala masing-masing kelompok, (nyaris) tidak ada yang namanya kepentingan bersama untuk bangsa. Yang ada hanyalah kebersaman fatamorgana. Seolah-olah kepentingan bersama, padahal itu hanyalah kepentingan-kepentingan kelompok yang terkoleksi. Hampir tidak ada kesepakatan di mata para politisi kita tentang akan dibawa ke mana bangsa ini, karena semua merasa benar sendiri, dan tidak pernah mau menyadari di balik pendapat yang ia nyatakan, mengandung kekurangan yang bisa ditutup oleh pendapat kelompok lain. Prinsip menerima kebenaran pendapat lain sudah mati, dan tertimbun oleh arogansi untuk menguasai kelompok lain.
Ke arah manakah etika politik akan dikembangkan oleh para politisi produk reformasi ini? Dalam praktik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, daripada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum.
Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang2.
Dimensi politik dalam etika politik di sini adalah dimaksudkan ada dalam pengertiannya yang lebih luas. Bukan hanya berkenaan dengan sistem kenegaraan atau hubungan antar negara misal, yang mencangkup kehidupan kenegaraan, pemerintahan, penentuan dan pelaksanaan kebijakan negara tentang berbagai hal menyangkut kepentingan publik, serta kegiatan-kegiatan lain dari berbagai lembaga sosial, partai politik dan organisasi keagamaan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan dan negara yang dibatasi oleh konsep-konsep negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decission making), pembagian (distribution), dan alokasi (alocation), tetapi di sini pengertian itu diperluas lagi ke dalam tataran manusia sebagai makhluk yang berpolitik. Secara kasar dapat disebutkan bahwa segala tindakan manusia atau bahkan manusia itu sendiri tidak akan lepas dari orientasi dan politik. Manusia hidup karena berpolitik. Secara kodrati sebagai makhluk individual atau sosial manusia akan memerlukan aturan-aturan atau norma-norma untuk dapat menjalani hidupnya. Kata kunci dari dimensi politik ini adalah kaitannya dengan hak dan kewajiban manusia. Sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagi anggota masyarakat, sebagai individu, dan sebagai makhluk Tuhan.
Dengan melihat dua dimensi ini, etika dan politik, dalam Pancasila sebagai Etika Politik, maka kita dapat memberi kesimpulan awal bahwa Pancasila adalah pedoman hidup bersama kita, yang mengatur bagaimana kita bersikap dan bertindak antar satu dengan lain, yang disertai hak dan kewajibannya. Dengan kata lain Pancasila adalah moral identity kita. Baik sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat. Kita dikenali karena kita memiliki Pancasila dalam diri kita sebagai pedoman hidup bersama.

Sumber:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/ideologi-pancasila-sebagai-etika-politik/
http://poetraboemi.wordpress.com/2008/10/19/pancasila-sebagai-etika-politikironi-pedoman-hidup-bangsa-yang-diagungkan/
http://asydin.abatasa.com/post/detail/178/pancasila-sebagai-sistem-etika

Selasa, 22 Maret 2011

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN TUGAS 2

Pada tugas Psikologi Perkembangan kali ini saya mewawancarai seorang ibu yang berusia 26 tahun yang mempunyai seorang anak yang berusia 7 bulan.Brikut wawaancara saya dengan seorang ibu yang bernama ibu Patri.

T= "Siapa nama anak ibu?"
J= "Namanya Nadine Nindatri Kamila"

T= "Dimana Nadine lahir dan kapan nadine lahir?"
J= "Nadine lahir di Jakarta,21 Juli 2010"

T= "Berapa berat dan panjangnya saat lahir?"
J= "Beratnya 27. Panjangnya 47."

T= "Nadine lahir secara normal atau di sesar?"
J= "Lahir secara normal"

T= "Warna tubuh nya ketika lahir?"
J= "Warnanya agak pink "

T= "Saat melahirkan Nadine ada masalah atau tidak?"
J= "Tidak ada,melahirkan Nadine secara sehat dan lancar"

T= "Apa asupan makanan untuk Nadine pada awal kelahiran?"
J= "Pemerian ASI hingga usia 3 bulan"

T= "Seberapa pemberian ASI untuk anak ibu?"
J= "Sering, hingga berusia 3 bulan"

T= "Apakah ada pemberian tambahan susu formula?"
J= " Iya ada"

T= "Jika iya,sejak kapan?"
J= "Sejak umur 2 bulan dan di barengin oleh asi juga"

T="Pada umur berapa memperkenalkan makanan padat?"
J="Saat usia 4 bulan"

T= "Makanan padat apa saja yang diberikan?"
J= "Bubur bayi, (milna,cerelac,pisang,tim)

T= "Apakah ada reaksi saat diberikan makanan padat?"
J= "Ada"

T= "Apa reaksinya?"
J= "Mungkin beradaptasi dengan makanannya,Nadine pada saat pertama diberikan makanan padat yaitu pisang,dia pup nya keras, tapi awalnya saja,,sekarang sudah tidak lagi"

T= "Apa Nadine pilih-pilih saat diberikan makanan padat?"
J= "iya.dia pilih-pilih..kalau diberikan bubur atau biskuit bayi yang rasa buah-buah dia tidak suka."

T= "Saat pemberian makanan padat adakah tambahan ASI atau susu formula?"
J= "Iya.. selalu di imbangi dengan ASI juga susu formula."

Sekian hasil wawancara yang saya lakukan dengan seorang ibu yang mempunyai anak berusia 7 bulan tentang asupan makanan bayinya.

Minggu, 20 Maret 2011

Menganalisis Sifat dan Perilaku Seseorang Melalui Letak Geografis

Menganalisis Sifat dan Perilaku Seseorang Melalui Letak Geografis

Manusia merupakan makhluk yang bisa beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal, hal itu bisa kita lihat dari banyaknya suku di Indonesia yang lingkungan geografisnya berbeda-beda cenderung memiliki budaya dan perilaku yang berbeda, mari kita coba analisis beberapa kasus di beberapa suku atau daerah yang ada di Indonesia.

A. Suku Toraja
Suku toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi selatan, Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas".mayoritas penduduk toraja beragama Kristen, pekerjaan utamanya sebagai petani di dataran tinggi. Suku toraja sebenarnya selama ratusan tahun adalah suku yang terisolir karena letak geografisnya yang berada di pegunungan terpencil, hal ini menyebabkan sifat masyarakat toraja hingga kini susah menerima orang asing di pranata sosialnya, masyarakat toraja sangat susah menerima perubahan, bahkan terbawa hingga generasi terkini. Hal ini tidak lepas dari budaya masyarakat toraja yang menjunjung tinggi adat istiadat nenek moyang.

B. Suku Dayak
Suku dayak adalah suku utama dan dianggap suku asli di pulau Kalimantan, persebarannya hamper di seluruh Kalimantan, Malaysia dan brunei Darussalam. Sebutan dayak sebenarnya merupakan suatu sebutan kolektif untuk semua masyarakat asli Kalimantan yang hidup di sekitar daerah aliran sungai. Masyarakat dayak terkenal sebagai suku yang pemalu namun sebenarnya ramah, mungkin ini terkait juga dengan posisi tinggalnya yang di sekitar daerah aliran sungai jadi membuat mereka sering berinteraksi dengan suku lain di Kalimantan.

Kesimpulan yang bisa kita ambil adalah factor geografis suatu suku juga mempengaruhi perilaku dan sifat seseorang, walaupun karena manusia adalah makhluk yang unik dan tidak bisa disama ratakan akan tetapi sebagian besar kultur yang berkembang dalam suku-suku tersebut adalah seperti itu, suku toraja yang letaknya terisolir juga menumbuhkan sifat yang menutup diri bagi anggota sukunya dan suku dayak yang lebih terbuka dan bisa berinteraksi dengan suku alin Nampak lebih ramah dan menerima kehadiran orang asing untuk lebih mengenal sukunya.

sumber : id.wikipedia.org, www.swaberita.com, mylovelytoraja.wordpress.com

Rabu, 09 Maret 2011

pancasila ke 3

UNSUR-UNSUR PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah “filsafat”bersal dari bahasa Yunani “philelin” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “ hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom”. Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan. Keseluruhan arti filsafat meliputi berbagai masalah yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam yakni sebagai berikut:
Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian
• Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf dari zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau system filsafat tertentu misalnya: nasionalisme, rasionalisme, hedonisme dan lain sebagainya.
• Filsafat sebagai suatu jenis masalah yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang bersumber pada akal manusia.
• Filsafat merupakan suatu kumpulan paham yang hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagai suatu sistem nilai namun lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metode tersendiri. Berikut cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut : metafisika yang membahas hal-hal yang dibalik fisis, epistemologi yang membahas berkaitan dengan persoalan hakikat penegetahuan, metodologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan, logika yang berkaitan dengan filsafat berpikir yakni rumus, dalil-dalil berpikir yang benar, etika yang berkaitan dengan tingkah laku, estetika yang berkaitan dengan hakikat keindahan.
Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan bagian –bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Ciri-ciri sistem sebagai berikut:
• Suatu kesatuan bagian-bagian
• Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi masing-masing
• Saling berhubungan dan saling ketergantungan
• Keseluruhan yang dimaksudkan bertujuan untuk mencapai tujuan dari sistem itu sendiri.
Pancasila memiliki bagian-bagian yang disebut sila yang berfungsi secara private namun secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang sistematis.


Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang bersifat Organis
Pancasila merupakan suatu kesatuan majemuk yang tunggal sehingga konsekunsinya pada setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan antara sila yang satu dan sila yang lain terutama pada bagian isinya saling berkaitan. Sifat organis pada pancasila sendiri bersumber pada hakikat manusia yang monopluralis yang merupakan kesatuan organis dari susunan kodrat jasmani, sifat kodrat rohani dan kedudukan kodrat sebagai makhluk berdiri-sendiri dan mahluk Tuhan YME. Hal ini terjadi karena manusia sebagai pendukung utama inti dari pancasila.
Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal.
Makna piramidal dalam susunan Pancasila adalah menggambarkan susunan sila-sila pancasila dalam urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isinya (kwalitas). Sedangkan makna hierarkhis adalah susunan pancasila sudah dikemas sedemikian rupa sehingga urutannya tidak akan berubah. Dalam hal bernegara harus terdapat kesuaian antar hakikat dan nilai-nilai Pancasila yakni bahwa hakikat manusia sebagai mahluk Tuhan YME yang membentuk persatuan manusia yang disebut rakyat untuk mendirikan sebuah persatuan yang dinamakan negara dengan tujuan bersama yakni suatu keadilan dalam suatu persekutuan hidup masyarakat negara. Rumusan hierarkhis Pancasila yang berbentuk piramidal bermakna bahawa sila yang satu menjiwai sila yang lain dan juga saling dijiwai. Hal ini juga berarti bahwa dalam setiap sila terdapat kualifikasi keempat sila yang lain.
Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Dasar Antropologis atau Ontologis
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya bersumber dari manusia yang berhakikat mutlak monopluralis. Sehingga tepat bila dikatakan bahwa dasar ontologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut bahwa manusia merupakan mahluk Tuhan YME yang membentuk suatu kelompok individu yang berbentuk rakyat selanjutnya rakyat membentuk suatu negara dengan jalan bersatu dengan meiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai yakni tujuan-tujuan social yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dasar epistemologis Sila-sila Pancasila
Tiga hal yang menjadi focus dalam dasar epistemology Pancasila adalah sumber pengetahuan panacasila. Sumber pengetahuan ini berasal dari bangasa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai adat, kebudayaan dan religious. Kedua mengenai susunan Pancasila sebagai sistem pengetahuan yakni isi pancasila yang bersifat umum universal atau dapat diterjemahkan menjadi esensi pancasila yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bernegara dan sumber tertib hukum lalu isi pancasila yang umum kolektif yang berarti menjadi sumber tertib hukum bagi bangsa Indonesia dan pancasila juga khusus dan kongkrit yang berarti bahwa pancasila dalam merealisasikan setiap isinya dalam setiap aspek kehidupan khusus atau konkret serta dinamis. Dan yang ketiga pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. Pancasila mengakui kebenaran yang diperoleh manusia berdasarkan rasa, akal dan kehendak dan juga bersumber dari isi rohani seseorang selain Pancasila juga mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia dan juga kebenaran berdasarkan intuisi dan alat indra dan segala bentuk penggunaan fisik dan mental serta jasamani dan rohani yang ada pada diri manusia.
Dasar Aksiologis Pancasila
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengandung nilai-nilai kerokhanian dan juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis seperti nilai-nilai material, vital, kebenaran, kebaikan, keindahan, moral dan kesucian dimana sila pertama sebagai basis nya hingga sila kelima sebagai tujuannya.

Perbandingan Filsafat pancasial dengan Filsafat lain di Dunia
Filsafat Komunisme
Dalam filsafat komunisme tidak mementingkan adanya hal-hal ketuhanan. Semua hal diatur oleh satu kelompok yang paling berkuasa misalnya partai Komunis. Dalam filsafat komunis semua kebebasan dihapuskan. Semua hal diatur oleh penguasa tunggal sehingga sumber dari segala sumber hukum yang berlaku tidak berasal dari suara rakyat namun dari penguasa tunggal yang ada dimana filsafat komunis itu berada.
Filsafat Liberalisme
Dalam filsafat liberalisme semua hal tidak memiliki batas sehingga memungkinkan adanya benturan- benturan dalam masyarakat. Tidak ada yang mengatur tentang penanggulangan benturan-benturan tersebut. Masyarakat hanya akan menegur bila mersa terganggu oleh orang lain namun apabila tidak merasa terganggu maka mereka cenderung untuk bersikap masa bodoh.
Filsafat Individualisme
Filsafat ini lebih cenderung menitikberatkan pada kehidupan masing-masing orang dimana antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak mempunyai ikatan social atau dengan kata lain mereka berdiri masing-masing. Tidak ada persatuan ataupun tujuan bersama.
Inti isi Sila pancasila
Sila Pertama
Dalam sila ketuhanan yang maha esa terkandung makna bahwa negara didirikan sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk tuhan
Sila Kedua
Dalam sila kedua mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab.
Sila ketiga
Dalam sila ketiga mengandung makna bahwa negara terbentuk atas manusia-manusia yang saling bersatu.
Sila keempat
Dalam sila keempat mengandung makna nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup bernegara.
Sila kelima
Terkandung makna yang merupakan nilai-nilai yang merupakan tujuan bersama sebagai tujuan negara.

PERBANDINGAN FILSAFAT PANCASILA DENGAN FILSAFAT LAIN

1.Filsafat Komunisme
Dalam filsafat komunisme tidak mementingkan adanya hal-hal ketuhanan.
2.Filsafat Liberalisme
Dalam filsafat liberalism semua hal tidak memiliki batas sehingga memungkinkan adanya benturan-benturan dalam masyarakat.
3.Filsafat Individualisme
Filsafat ini lebih cenderung menitikberatkan pada kehidupan masing-masing orang dimana antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak mempunyai ikatan sosial atau dengan kata lain mereka berdiri masing-masing.

http://ahmadfauji2010.blogspot.com/2010/11/pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html

Materialisme
Materialisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari pada materi (benda). Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide ditempatkan di sekundernya. Sebab materi ada terlebih dahulu baru ada ide. Pandangan ini berdasakan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat.
Misal, menurut proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada didunia, alam raya ini sudah ada.

Menurut zat, manusia tidak bisa berfikir atau mempunyai ide bila tidak mempunyai otak, otak itu adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh panca indera kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada baharu muncul ide dari padanya. Atau seperti kata Marx “Bukan fikiran yang menentukan pergaulan, melainkan keadaan pergaulan yang menentukan fikiran.” Maksudnya sifat/fikiran seorang individu itu ditentukan oleh keadaan masyarakat sekelilingnya, “masyarakat sekelilingnya” –ini menjadi materi atau sebab yang mendorong terciptanya fikiran dalam individu tersebut.

Aliran-aliran dalam materialisme

1. Materialisme Mekanik

Materialisme mekanik adalah aliran filsafat yang pandangannya materialis sedangkan metodenya mekanis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan gerak dan berubah, geraknya itu adalah gerakan yang mekanis artinya, gerak yang tetap selamanya atau gerak yang berulang-ulang (endless loop) seperti mesin yang tanpa perkembangan atau peningkatan secara kualitatif.

Materialisme mekanik tersistematis ketika ilmu tentang meknika mulai berkembang dengan pesat, tokoh-tokoh yang terkenal sebagai pengusung materialisme pada waktu itu ialah Demokritus (± 460-370 SM), Heraklitus (± 500 SM) kedua pemikir Yunanai ini berpendapat bahwa aktivitas psikik hanya merupakan gerakan atom-atom yang sangat lembut dan mudah bergerak.

Mulai abad ke-4 sebelum masehi pandangan materialisme primitif ini mulai menurun pengaruhnya digantikan dengan pandangan idealisme yang diusung oleh Plato dan Aristoteles. Sejak itu, ± 1700 tahun lamanya dunia filsafat dikuasai oleh filsafat idealisme.

Baru pada akhir jaman feodal, sekitar abad ke-17 ketika kaum borjuis sebagai klas baru dengan cara produksinya yang baru, materialisme mekanik muncul dalam bentuk yang lebih modern karena ilmu pengetahuan telah maju sedemikian pesatnya. Pada waktu itu ilmu materialisme ini menjadi senjata moril / idiologis bagi perjuangan klas borjuis melawan klas feodal yang masih berkuasa ketika itu. Perkembangan materialisme ini meluas dengan adanya revolusi industri, di negeri-negeri Eropa. Wakil-wakil dari filsafat materialis pada abad ke-17 adalah Thomas Hobbes(1588-1679 M), Benedictus Spinoza (1632-1677 M) dsb. Aliran filsafat materialisme mekanik mencapai titik puncaknya ketika terjadi Revolusi Perancis pada abad ke-18 yang diwakili oleh Paul de Holbach (1723-1789 M), Lamettrie (1709-1751 M) yang disebut juga materialisme Perancis.

Materialisme Perancis dengan tegas mengatakan materi adalah primer dan ide adalah sekunder, Holbach mengatakan : “materi adalah sesuatu yang selalu dengan cara-cara tertentu menyentuh panca indera kita, sedang sifat-sifat yang kita kenal dari bermacam hal-ichwal itu adalah hasil dari bermacam impresi atau berbagai macam perubahan yang terjadi di alam pikiran kita terhadap hal-ichwal itu”. Materialisme Perancis menyangkal pandangan religus tentang penciptann dunia (Demiurge), yang sebelum itu menguasai alam pikiran manusia.. Bahkan secara terang-terangan Holbach mengatakan “nampaknya agama itu diadakanhanya untuk memperbudak rakyat dan supaya mereka tunduk dibawah kekuasaan raja lalim. Asal manusia merasa dirinya didalam dunia ini sangat celaka, maka ada orang yang datang mengancam mereka dengan kemarahan Tuhan, memakasa mereka diam dan mengarahkan pandangan mereka kelangit, dengan demikian mereka tidak lagi dapat melihat sebab sesungguhnya daripada kemalangannnya itu”.

Materialisme Perancis adalah pandangan yang menganggap segala macam gerak atau gejala-gejala yang terjadi dialam itu dikuasai oleh gerakan mekanika, yaitu pergeseran tempat dan perubahan jumlah saja. Bahkan manusia dan segala aktivitetnya pun dipandang seperti mesin yang bergerak secara mekanik, ini tampak jelas sekali dalam karya Lamettrie yang berjudul “Manusia adalah mesin”. Mereka tidak melihat adanya peranan aktif dari ide atau pikiran terhadap materi. Pandangan ini adalah ciri dan sekaligus kelemahan materialisme Perancis.

2. Materialisme metafisik

Materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap atau statis selamanya seandainya materi itu berubah maka perubahan tersebut terjadi karena faktor luar atau kekuatan dari luar. Gerak materi itu disebut gerak ekstern atau gerak luar. selanjutnya materi itu dalam keadaan terpisah-pisah atau tidak mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Materialisme metafisik diwakili oleh Ludwig Feurbach, pandangan materialisme ini mengakui bahwa adanya “ide absolut” pra-dunia dari Hegel , adanya terlebih dahulu “kategori-kategori logis” sebelum dunia ada, adalah tidak lain sisa-sisa khayalan dari kepercayaan tentang adanya pencipta diluar dunia; bahwa dunia materiil yang dapat dirasakan oleh panca indera kita adalah satu-satunya realitet.

Tetapi materialisme metafisik melihat segala sesuatu tidak secara keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, atau segala sesuatu itu berdiri sendiri. Dan segala sesuatu yang real itu tidak bergerak, diam.

Pandangan ini mengidamkan seorang manusia suci atau seorang resi suci yang penuh cinta kasih. Feurbach berusaha memindahkan agama lama yang menekankan hubungan manusia dengan Tuhan menjadi sebuah agama baru yaitu hubungan cinta kelamin antara manusia dengan manusia. Seperti kata Feurbach: “Tuhan adalah bayangan manusia dalam cermin”, Feurbach menentang teologi, dalam filsafatnya atau “agama baru”-nya Feurbach mengganti kedudukan Tuhan dengan manusia, pendeknya manusia itu Tuhan. Feurbach tidak melihat peran aktif dari ide dalam perkembangan materi, yang materi bagi Feurbach adalah misalnya, manusia (baca: materi, pen) sedangkan dunia dimana manusia itu tinggal tidak ada baginya, atau menganggap sepi ativitet yang dilakukan manusia/materi tersebut.

Materialisme metafisik menganggap kontradiksi sebagai hal yang irasionil bukan sebagai hal yang nyata, disinilah letak dari idealisme Feurbach. Pandangannya bertolak daripada materialisme tetapi metode penyelidikan yang dipakai ialah metafisis. Metode metafisis inilah yang menjadi kelemahan terbesar bagi materialisme Feurbach.




3. Materialisme dialektis

Materialisme dialektis adalah aliran filsafat yang bersandar pada matter (benda) dan metodenya dialektis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu mempunyai keterhubungan satu dengan lainnya, saling mempengaruhi, dan saling bergantung satu dengan lainnya. Gerak materi itu adalah gerakan yang dialektis yaitu pergerakan atau perubahan menuju bentuk yang lebih tinggi atau lebih maju seperti spiral. Tokoh-tokoh pencetus filsafat ini adalah Karl Marx (1818-1883 M), Friedrich Engels (1820-1895 M).

Gerakan materi itu adalah gerak intern, yaitu bergerak atau berubah karena dorongan dari faktor dalamnya (motive force-nya). Yang disebut “diam” itu hanya tampaknya atau bentuknya, sebab hakikat dari gejala yang tampaknya atau bentuknya “diam” itu isinya tetap gerak, jadi “diam” itu juga suatu bentuk gerak.

Metode yang dipakai adalah dialektika Hegel, Marx mengakui bahwa orang Yunani-lah yang pertama kali menemukan metode dialektika, tetapi Hegel-lah yang mensistematiskan metode tersebut. Tetapi oleh Marx dijungkir balikkan dengan bersandarkan materialisme. Marx dan temannya Engels mengambil materialisme Feurbach dan membuang metodenya yang metafisis sebagai dasar dari filsafatnya. Dan memakai dialektika sebagai metode dan membuang pandangan idealis Hegel.

Dialektika Hegel menentang dan menggulingkan metode metafisis yang selama beabad-abad menguasai lapangan filsafat. Hegel mengatakan “yang penting dalam filsafat adalah metode bukan kesimpulan-kesimpulan mengenai ini dan itu”. Ia menunjukkan kelemahan-kelemahan metafisika :

1. Kaum metafisis memandang sesuatu bukan dari keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, tetapi dipandangnya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, sedangkan Hegel memandang dunia sebagai badan kesatuan, segala sesuatu didalamnya terdapat saling hubungan organic.

2. Kaum metafisis melihat segala sesuatu tidak dari geraknya, melainkan sebagai yang diam, mati dan tidak berubah-ubah, sedang Hegel melihat segala sesuatu dari perkembangannya, dan perkembangannya itu disebabkan kontradiksi internal, kaum metafisik berpendapat bahwa: “segala yang bertentangan adalah irasionil”. Mereka tidak tahu bahwa akal (reason) itu sendiri adalah pertentangan.

3. Sumbangan Hegel yang terpenting adalah kritiknya tentang evolusi vulgar, yang pada ketika itu sangat merajalela, dengan mengemukakan teorinya tentang “lompatan” (sprong) dalam proses perkembangan. Sebelum Hegel sudah banyak filsuf yang mengakui bahwa dunia ini berkembang, dan meninjau sesuatu dari proses perkembangannya, tetapi perkembangannya hanya terbatas pada perubahan yang berangsur-angsur (perubahan evolusioner) saja. Sedang Hegel berpendapat dalam proses perlembangan itu pertentangan intern makin mendalam dan meruncing dan pada suati tingkat tertentu perubahan berangsur-angsur terhenti dan terjadilah “lompatan”. Setelah “lompatan” itu terjadi, maka kwalitas sesuatu itu mengalami perubahan.

Akan tetapi dialektika Hegel ini diselimuti dengan kulit mistik, reaksioner, yaitu pandangan idealismenya sehingga dia memutar balikkan keadaan sebenarnya. Hukum tentang dialektika yaitu hukum tentang saling hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku didunia ini dipandangnya bukan seabagai suatu hal yang obyektif, yang primer melainkan perwujudan dari “ide absolut”. Kulitnya yang reaksioner inilah yang kemudian dibuang oleh Marx, dan isinya yang “rasionil” diambil serta ditempatkan pada kedudukan yang benar.

Sedangkan jembatan antara Marx dan Hegel adalah Feurbach, Materialisme dijadikan sebagai dasar filsafatnya tetapi Feurbach melihat gerak dari penjuru idealisme yang membuat ia berhenti dan membuang dialektika Hegel. Membuat hasil pemeriksaannya terpisah dan abstrak, Marx membuang metode metafisisnya, dan menggantinya dengan dialektika, sehingga menghasilkan sebuah system filsafat baru yang lebih kaya dan lebih sempurna dari pendahulunya.

http://bungkapit21artikel.blogspot.com/2008/06/f-i-l-s-f-t.html

Positivisme

Positivism adalah salah satu aliran filsafat modern. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Francis Biken seorang filosof berkebangsaan Inggeris. Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam. Istilah ini kemudian juga digunakan oleh Agust Comte dan dipatok secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat.

Agust Comte berkeyakinan bahwa pengetahuan manusia melewati tiga tahapan sejarah: pertama, tahapan agama dan ketuhanan, pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan; tahapan kedua, adalah tahapan filsafat, yang menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi; dan adapun Positivisme sebagai tahapan ketiga, menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.
Pada tahun 1930 M, istilah Positivisme berubah lewat kelompok lingkaran Wina menjadi Positivisme Logikal, dengan tujuan menghidupkan kembali prinsip tradisi empiris abad ke 19. Lingkaran Wina menerima pengelompokan proposisi yang dilakukan Hume dengan analitis dan sintetis, dan berasaskan ini kebenaran proposisi-proposisi empiris dikategorikan bermakna apabila ditegaskan dengan penyaksian dan eksperimen, dan proposisi-proposisi metafisika yang tidak dapat dieksprimenkan maka dikategorikan sebagai tidak bermakna dan tidak memiliki kebenaran.
Relasi antara Positivisme dan Gejala-Gejala Sosial

Tesis positivisme adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek diluar fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Atas kesuksesan teknologi industri abad XVIII, positivisme mengembangkan pemikiran tentang ilmu pengetahuan universal bagi kehidupan manusia, sehingga berkembang etika, politik, dan lain-lain sebagai disiplin ilmu, yang tentu saja positivistik. Positivisme mengakui eksistensi dan menolak esensi. Ia menolak setiap definisi yang tidak bisa digapai oleh pengetahuan manusia. Bahkan ia juga menolak nilai (value). Dasar dari pandangan positivistik dari ilmu sosial budaya tersebut yakni adanya anggapan bahwa (a) gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami, (b) ilmu sosial budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau generalisasi-generalisasi yang mirip dalil hukum alam, (c) berbagai prosedur serta metode penelitian dan analisis yang ada dan telah berkembang dalam ilmu-ilmu alam dapat dan perlu diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial budaya. Akibatnya, ilmu sosial budaya menjadi bersifat predictive dan explanatory sebagaimana halnya dengan ilmu alam dan ilmu pasti. Generalisasi-generalisasi tersebut merangkum keseluruhan fakta yang ada namun sering kali menegasikan adanya “contra-mainstream”. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan dijelaskan secara matematis dan fisis.
Menggugat Positivisme
Bagaimana nasib penelitian ilmu sosial yang corak epistimologis dan metodelogisnya terhegemoni cara pandang positivistik? Pertanyaan tragis, ketika sesuatu yang bersifat konteks dan heterogen harus direduksi dengan data kuantitatif, diisolasi dengan konteks historis dan struktural, sehingga lahir kebenaran ilmiah. Padahal positivistik muncul dari metode ilmu alam yang bersandar pada prinsip verifikasi dan observasi. Ironisnya, metode ini menjadi model untuk hampir ilmu pengetahuan, termasuk ilmu sosial.
Kajian ilmu sosial seharusnya tidak berhenti pada prinsip linier dalam mengungkap fenomena, tetapi harus diletakan pada wilayah sosial yang lebih luas sebagai bagian dari dialektika. Artinya seorang peneliti ilmu sosial tidak boleh berhenti pada fakta, namun harus menjelaskan makna di balik fakta. Jika dikaitkan dengan teks sebagai representasi fakta, maka haruslah diungkap konteks historis teks sehingga melahirkan pemahaman yang menyeluruh.

http://kangngari.wordpress.com/filsafat-positivisme/

Rasionalisme


Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir
Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.
Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Para tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah :

1. Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.
Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tidak ada metode berpikir yang pasti.
Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain.
Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Seakan- akan ia membuang segala kepastian, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumber kebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme.
2. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba Tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.

Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Rasionalisme
http://education.feedfury.com/content/16333544-filsafat_rasionalisme.html
http://kuwatpamuji.blogspot.com/2009/01/rasionalisme.html
http://warsa.wordpress.com/2007/06/05/rasionalisme/
http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-40.html

IDEALISME


a.Pengertian Pokok.
Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan itu.

b.Perkembangan Idealisme.
Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. Yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham idealisme hilang sarna sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung ulama-ulama filsafat yang mengakui aliran serba dua seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut Idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman Idealiasme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode Idealisme. Jerman sedang besar sekali pengaruhnya di Eropa.



Aliran-aliran dalam filsafat Idealisme
1. Idealisme Obyektif
Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel / LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia. Menurut idealisme obyektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan bentuknya dalam penyembahan pohon dan sebagainya.
Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang riil, melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan riil. Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak. Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”.
Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka adalah kaum “textbook-thingking”.
2. Idealisme Subyektif
Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley segala, sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah bukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang materiil misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu (“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan / konsepsi dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikian Berkeley dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk bersifat egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan mengedepankan “Aku-isme/solipisme”.

Eksistensialisme

adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.

HEDONISME

Hedonisme secara etimologi berasal dari kata tunggal bahasa Yunani yaitu Hedone, yang dapat diartikan sebagai nikmat atau kenikmatan. Secara terminologi penulis berpendapat bahwa hedonisme berarti suatu corak budaya yang lebih mengutamakan kesenangan dalam artian yang bersifat materi. Hedonisme, muncul kira-kira 400 tahun sebelum penanggalan masehi dengan madzhabnya yang bernama Tyrene. Sedangkan perintis dari faham hedonisme adalah epicurus.
Para Hedonis berpendapat bahwa ukuran dari makmur atau tidaknya suatu kehidupan, bahagia atau tidaknya suatu kehidupan seorang manusia, hanya dapat diidentifikasi dengan kesenangan materi semata. Mereka ingin memenuhi keakuannya untuk mendapatkan kenikmatan. Apapun akan mereka lakukan untuk mengejar kenikmatan tersebut tanpa adanya rasa putus asa. Bagi penulis, itulah yang menjadi aspek positif atau nilai jual tinggi terhadap Hedonisme. Yaitu memiliki semangat kerja yang tinggi dan etos kerjanya yang tinggi.
Menurut para penganut Hedonisme, orang bijaksana akan berusaha sedapat mungkin untuk terlepas dari keinginan di luar darinya. Dengan cara ini orang dapat mencapai suatu puncak kesenangan yang bernama Ataraxia. Ataraxia adalah kesenangan jiwa/individu yang betul-betul terlepas dari ikatan orang lain. Yang dimaksud ikatan dalam orientasinya banyak diartikan sebagai gangguan.
Segala sesuatu tidak akan terlepas dari adanya baik dan buruk, kalau dalam penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa semangat kerja yang tinggi dan etos kerja yang tinggi menjadi aspek positif terhadap Hedonisme, maka Hedonisme juga memiliki asperk negatif. Aspek negatifnya adalah dihindarinya segala sesuatu yang dapat memicu untuk menimbulkan rasa yang kedepannya menghasilkan atau mengarah kepada pengurangan kenikmatan atau rasa sakit. Serasa mereka para penganut Hedonisme ingin lari dari kesusahan.
Sedikit opini yang diberikan penulis, jika kita lihat dari esensi kenikmatan dari segi komersial, yaitu seseorang akan terasa hidup nikmat apabila memperoleh apa-apa yang di inginkannya dengan mudah. Akan tetapi adakah jalan pintas yang mengantarkan kita kepada kenikmatan yang diinginkan tanpa harus merasakan susahnya mendapatkannya? Bisakah kita merasa nikmat sebelum merasakan kesusahan? Pepatah mengatakan,”Berakit-rakit ke hulu berenang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Kita akan mengetahui makna kenikmatan jika kita sebelumnya telah merasakan kesusahan.
Kita ambil contoh, seseorang akan mengetahui dan merasakan makna dari hidup sehat setelah ia merasakan sakit yang menjangkit tubuhnya. Singkat kata Penulis bukannya berniat untuk memberikan kritik terhadap bentuk pemikiran Hedonisme, hanya saja penulis akan memberikan statement-nya bahwa mustahil seseorang dapat merasakan kenikmatan tanpa melewati ujian kesusahan. Sejalan dengan perkataan imam ‘Alî as,”Setiap kenikmatan memiliki pembuka dan penutup, pembukanya adalah kesabaran, sedangkan penutupnya adalah kemalasan.” Maka kesabaran yang dimaksud adalah sabar untuk memperoleh kenikmatan atas segala macam kesusahan yang menderanya.

Macam-macam Hedonisme
Faham Hedonisme juga mempunyai banyak pembagian, akan tetapi hanya tiga saja yang akan diambil jadi contoh, yaitu: Hedonisme Estetis, Hedonisme Etis dan yang ketiga Kesalehan.
Hedonisme Estetis
Approach/pendekatan dari Hedonisme Estetis adalah penampilan, dalam artian pandangan seseorang terhadap orang tersebut yang baginya bersifat baik/indah dalam hal fisik empiris. Yang dimaksud dengan Hedonisme Estetis adalah seseorang akan merasakan sebuah kenikmatan jika ia merasa terlihat indah. Jika kita dapati ada seseorang yang merasa bangga kalau ia dituding sebagai seseorang yang baik rupanya, maka kebanggaan tersebut dinilai sebagai bentuk bagian dari kenikmatan Hedonisme Estetis.
Hedonisme Kesalehan/Keagamaan
Berbicara tentang Hedonisme Kesalehan/Keagamaan maka sudut pandang yang dilihat yaitu aspek keberagamaan atau spiritual seseorang. Salehkah atau kufurkah? Dalam Hedonisme Kesalehan ini, seseorang yang terjangkiti olehnya akan merasakan adanya kenikmatan jika ia diklaim sebagai seseorang yang saleh atau taat dalam atribut keberagamaannya.
Hedonisme Etis
Berbeda dengan Hedonisme Etis, sudut pandangnya adalah tentang apa yang diutarakan/pembicaraan oleh seorang individu. Misalnya, jika ada yang mengklaim kepada seseorang dalam suatu acara pidato bahwa apa yang diutarakan yang berpidato itu adalah bagus dan orang yang berpidato itu merasa bangga, maka ia termasuk orang yang menganut sikap Hedonisme Etis.
Itu merupakan macam-macam dari sikap Hedonisme, masih banyak macam-macam lainnya yang belum dibahas dalam makalah ini. Dirasa cukup memberikan tiga macam Hedonisme tersebut dikarenakan ketiganya yang paling sering dipraktekkan di kalangan masyarakat. Alhasil kesenangan tidak harus orientasinya kepada materi.
Ada satu perkataan yang dikatakan oleh pendiri paham Hedonisme,”biarpun kesenangan itu merupakan hal yang baik, akan tetapi kesenangan tersebut tidak harus dimanfaatkan.” Maksud dari perkataan ini, pada dasarnya kesenangan adalah baik, akan tetapi kita tidak harus memanfaatkannya untuk mendapatkan suatu keinginan yang mungkin orientasinya mengarah kepada keburukan. Akan tetapi dari berbagai macam studi kasus yang ada nampaknya sudah cukup dapat memberikan contoh kepada kita bahwa hidup untuk memperoleh kesenangan banyak mengantarkan kita kepada hal yang tidak baik.
Beberapa Macam-macam Keinginan Menurut Para Perintis Hedonisme
Menurut para perintis paham Hedonisme, ada tiga keinginan yang menyelimuti diri manusia, yaitu:
1. Keinginan Alamiah, seperti makan dan minum, alhasil yang di butuhkan manusia untuk memenuhi kehidupan. Akan tetapi tetap saja manusia dalam mendapatkan keinginan ini, ia berusaha mendapatkan yang lebih baik. Misalnya jika ia disodorkan minuman teh dan jus, maka dengan gamblang manusia akan memilih jus, Karena jus lebih baik dari teh.
2. Keinginan Sia-sia, yaitu contohnya kita mempunyai banyak barang tersebut akan tetapi dalam penggunaanya kita terkesan tidak baik. Maka hal tiu akan hanya menimbulkan kesia-siaan. Contohnya penggunaan air yang boros.
Seperti itulah yang dipaparkan oleh pemakalah dalam menjelaskan dan menanggapi tentang Hedonisme.Paham Hedonisme dalam prosentasenya cenderung memberikan pengaruh negatif bagi manusia. Alhasil kesenangan tidak harus orientasinya kepada materi.

UTILITARISME

Utilitarianisme merupakan bagian dari etika filsafat mulai berkembang pada abad ke 19 sebagai kritik atas dominasi hukum alam. Sebagai teori etis secara sistematis teori utilitarianisme di kembangkan Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory). Karena utilitiarianisme dalam konsepsi Bentham berprinsip the greatest happiness of the greatest number. Kebahagiaan tersebut menjadi landasan moral utama kaum utilitarianisme, tetapi kemudian konsep tersebut di rekonstruksi Mill menjadi bukan kebahagiaan pelaku saja, melainkan demi kebahagiaan semua. Dengan prinsip seperti itu, seolah-olah utilitarianisme menjadi teori etika konsekuensialisme dan welfarisme.

Sebagai bagian dari etika, Utilitarianisme merupakan salah satu teori besar etika yang muncul pada abad 19. Kemunculannya di latarbelakangi oleh keinginan besar untuk melepaskan diri dari belenggu doktrin hukum alam. David Hume dan Helvetius, dan Beccaria adalah arsitek utama doktrin Utilitarianisme tersebut. Namun, Jemery Bethamlah (1748-1832) yang berhasil merumuskannya dalam sebuah teori formal tentang refomasi sosial sehingga menjadi kiblat bagi kelas menengah. Sebab konsep yang ditawarkan sangat mendukung eksistensi dan kepentingan mereka (Schmand, 2002: 441).

Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori Kebahagiaan Terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena, kenikmatan adalah satu-satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan intrinsik. Oleh karena itu, sesuatu yang paling utama bagi manusia menurut Betham adalah bahwa kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan sedapat dapatnya mengelakan akibat-akibat buruk. Karena kebahagianlah yang baik dan penderitaanlah yang buruk (Shomali, 2005: 11).

Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Prinsip kegunaan harus diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama sedangkan aspek kuantitasnya dapat berbeda-beda. Dalam pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas adalah the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang). Hal ini dapat dipahami bahwa di mana kebahagiaan disamakannya dengan kenikmatan dan dengan kebebasan perasaan sakit. Berkat konsep fundamentalnya tersebut Jeremy Betham diakui sebagai pemimpin kaum Radikal Filosofis yang sangat berpengaruh. Akan tetapi teori yang di usung Betham tersebut mempunyai banyak kelemahan terutama tentang moralitas, sehingga para pengkritik mencelanya sebagai pig philosophy; filsafat yang cocok untuk Babi. Salah paham tersebut kemudian berusaha diluruskan kembali oleh pengikutnya, Jhon Stuart Mill (Suseno, 1998: 173).

1.2 Definisi Istilah

Utilitarianisme secara etimologi berasal dari bahasa Latin dari kata Utilitas, yang berarti useful, berguna, berfaedah dan menguntungkan. Jadi paham ini menilai baik atau tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah yang didatangkannya (Salam, 1997: 76). Sedangkan secara terminology utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak (Mangunhardjo, 2000: 228).

Menurut Jhon Stuart Mill sebagaimana dikutip Jalaluddin Rakhmat Utilitarianisme adalah aliran yang menerima kegunaan atau prinsip kebahagiaan terbesar sebagai landasan moral, berpendapat bahwa tindakan benar sebanding dengan apakah tindakan itu meningkatkan kebahagiaan, dan salah selama tindakan itu menghasilkan lawan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan adalah kesenangan dan hilangnya derita; yang dimaksud dengan ketakbahagiaan adalah derita dan hilangnya kesenangan (Rakhmat, 2004: 54). Utilitarianisme merupakan pandangan hidup bukan teori tentang wacana moral. Moralitas dengan demikian adalah seni bagi kebahagiaan individu dan sosial. Dan kebahagiaan atau kesejahteraan pemuasan secara harmonis atas hasrat-hasrat individu (Aiken, 2002: 177-178).

1.3 Perkembangan Utilitarianisme

Will Kymlicka membagi utilitarianisme dalam empat varian sesuai dengan sejarah perkembangannya. Pada tahap pertama, utilitarianisme diartikan sebagai hedonisme kesejahteraan (walfare hedonism). Ini adalah bentuk utilitarianisme paling awal yang memandang bahwa pemenuhan kebahagiaan manusia terletak pada terpenuhinya hasrat kesenangan manusia yang bersifat ragawi. Akan tetapi, model utilitarianisme ini sangat tidak tepat sasaran, sebab boleh jadi apa yang terasa nikmat belum tentu baik bagi individu. Oleh karena itu, muncul jenis utilitarianisme kedua, utilitas bagi keadaan mental yang tidak beriorientasi hedonis (non-hedonistic mental-state utility). Pada perkembangan ini, aspek hedonistik dihilangkan dan diganti dengan kesenangan yang menjamin kebahagiaan. Utilitarianisme dipahami sebagai terpenuhinya semua pengalaman individu yang bernilai, darimana pun hal itu berasal (Kymlicka, 1990: 12-13).

Utilitarianisme model kedua juga menyimpan persoalan, karena pengalaman yang bernilai ternyata tidak satu, dan tidak mungkin semua pengalaman bernilai itu terpenuhi dalam satu waktu. Individu harus memilih. Utilitarianisme model ketiga adalah terpenuhinya pilihan-pilihan individu. Utilitarianisme tahap ini disebut sebagai pemenuhan pilihan (preference satisfaction). Utilitarianisme tahap ini mengandaikan adanya unsur keterlibatan rasionalitas dalam memenuhi utilitas. Pada tahap terakhir, utilitarianisme diartikan sebagai terpenuhinya pilihan-pilihan rasional individu yang berdasar kepada pengetahuan dan informasi yang utuh mengenai pilihan-pilihan tersebut. Utilitarianisme ini disebut pilihan yang berbasis informasi (informed preference) (Kymlicka, 1990: 15-16).
Rasionalitas atau informed preference bukan malah semakin membebaskan manusia dan menunjukkan jalan terbaik bagi pemenuhan kebutuhan manusia, malah akan menjadi legitimasi bagi totalitarianisme. Apalagi, utilitarianisme terkenal dengan semboyan “The greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang) (Kymlicka, 1990: 12).

1.5 Nilai Positif Etika Utilitarianisme

· Pertama, Rasionalitas.

· Kedua, Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.

· Ketiga, Universalitas.

1.6 Utilitarianisme sebagai proses dan sebagai Standar Penilaian

§ Pertama, etika utilitarianisme digunakan sbg proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.

§ Kedua, etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.

1.7 Kelemahan Etika Utilitarianisme

Ø Pertama, manfaat merupakan konsep yg begitu luas shg dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yg tidak sedikit

Ø Kedua, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pd dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dg akibatnya.

Ø Ketiga, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang

Ø Keempat, variabel yg dinilai tidak semuanya dpt dikualifikasi.

Ø Kelima, seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dlam menentukan proiritas di antara ketiganya

Ø Keenam, etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

LIBERALISME

Liberalisme adalah aliran atau paham ketatanegaraan dan ekonomi, yang dalam ketatanegaraan bercita-cita demokrasi dan dalam ekonomi menganjurkan kebebasan berusaha dan berniaga (pemerintah tidak boleh turut campur). Sedangkan penganutnya disebut kaum liberal.Dari pengertian tersebut dalam kita pahami bahwa Liberalisme menekankan kepada kebebasan, baik dalam pemerintahan maupun dalam bidang ekonomi. Kebebasan yang dimaksud di sini adalah kebebasan individu, di mana individu bebas melakukan apa yang ingin dia lakukan tanpa campur tangan dari pihak lain.

Perkembangan liberalisme mulai muncul sejak akhir abad ke-17. liberalisme awal adalah produk dari Inggris dan Belanda, serta mempunyai suatu karakteristik yang menonjol. Liberalisme membela toleransi beragama; liberalisme itu Protestan, tetapi lebih bersifat bebas daripada fanatik; liberalisme menganggap perang agama sebagai kebodohan. Liberalisme menghargai perdagangan dan industri, serta lebih mendukung bangkitnya kelas menengah daripada monarki dan aristokrasi; liberalisme menjunjung tinggi hak-hak kepemilikan, khususnya ketika terakumulasikan oleh buruh yang dimiliki secara individual. Prinsip keturunan, meski tidak ditolak, lebih dibatasi cakupannya daripada sebelumnya; secara khusus, hak suci raja-raja ditolak demi berlakunya pandangan bahwa setiap komunitas, pada dasarnya, mempunyai hak untuk memilih bentuk pemerintahannya sendiri. Sehingga kecenderungan liberalisme awal mengarah ke demokrasi yang dikuatkan dengan hak-hak kepemilikan.

Liberalisme awal bercirikan optimistik, energik, dan filosofis, karena mewakili kekuatan-kekuatan yang sedang tumbuh dan tampaknya akan meraih kemenangan tanpa kesulitan berarti, dan dengan kemenangan ini akan membawa keuntungan besar bagi umat manusia. Liberalisme menentang segala sesuatu yang berbau abad Pertengahan, baik dalam filsafat maupun politik, karena teori-teori Abad Pertengahan telah digunakan untuk endukung kekuasaan gereja dan raja, menjustifikasi penganiayaan, dan menghalangi bangkitnya sain; tetapi liberalisme kemudian juga menentang fanatisme para Calvinis dan Anababtis. Liberalisme ingin mengakhiri perselisihan politik dan teologi demi mengerahkan energi manusia untuk kegiatan-kegiatan perdagangan dan sains. Di seluruh dunia Barat, sikap keras dalam memegang pendirian memberi tempat bagi pencerahan, kekhawatiran akan kekuatan Spanyol telah berakhir, semua kelas semakin makmur, dan harapan-harapan yang menjulang tinggi tampaknya dijamin oleh keadaan yang sangat tenang.

Sehingga pada akhirnya berhasil mencetuskan Revolusi Perancis, yang langsung melahirkan Napoleon dan kemudian Aliansi Suci. Setelah itu liberalisme menggulirkan gelombang keduanya sebelum optimisme abad ke-19 bisa diperbaharui. Ada pola umum gerakan-gerakan liberalisme dari abad ke-17 sampai 19. Pola ini mula-mula sederhana, tetapi secara bertahap menjadi semakin dan semakin kompleks. Ciri yang jelas terlihat dalam gerakan ini dalam pengertian luas adalah individualisme; namun individualisme merupakan istilah yang samar sebelum didefinisikan lebih lanjut. Para filosof Yunani bukanlah para individualis. Mereka memandang manusia pada dasanya sebagai anggota komunitas. Liberalisme awal bercirikan individualistik dalam perkara-perkara intelektual, juga dalam bidang ekonomi, tetapi tidak mementingkan diri sendiri secara emosional dan etis. Bentuk ini mendominasi Inggris pada abad ke-18, para pembuat konstitusi Amerika.

Selama Revolusi Perancis, liberalisme diwakili oleh partai-partai yang lebih moderat. Di Inggris, setelah beberapa kali berlangsung perang Napoleon, liberalisme kembali berpengaruh dengan bangkitnya Benthamites dan Mazhab Manchester. Keberhasilan terbesar liberalisme terjadi di Amerika, hingga menjadi dominan sejak tahun 1776 sampai sekarang.Namun ada sebuah gerakan baru yang berkembang secara bertahap menjadi antitesis dari liberalisme, ini dimulai dengan Rousseau, dan menancapkan kekuatannya sejak gerakan romantik dan munculnya prinsip kebangsaan.

Dalam gerakan ini, individualisme melebar dari wilayah intelektual ke wilayah hasrat manusia, dan aspek-aspek anarkis dari individualisme dibuat eksplisit. Pada saat itu ada rasa tidak suka pada industrialisme awal, kebencian pada keburukan yang diciptakannya, dan pemberontakan terhadap kekejaman-kekejamannya.Ada filsafat lain yang merupakan cabang dari liberalisme, yakni filsafat Marx.Uraian filsafat liberal pertama yang lengkap dapat ditemukan dalam diri Locke. Di Inggris, pandangan-pandangannya sepenuhnya harmonis dengan pandangan-pandangan para tokoh paling cerdas sehingga sulit untuk melacak pengaruh mereka kecuali dalam filsafat teoritis.

Doktrin bahwa fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif pemerintah harus tetap dipisahkan merupakan ciri khas liberalisme. Legislatif dan eksekutif harus dipisahkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dan doktrin ini banyak yang telah menggunakan, namun cenderung antara legislatif dan eksekutif menjadi musuh bebuyutan dibanyak negara.Perkembangan liberalisme di masa sekarang cukup pesat, seperti kita lihat negara-negara liberal seperti Amerika. Amerika sekarang menjadi sebuah negara yang besar dan dianggap polisi dunia. Di sana kebebasan dijunjung tinggi karena hak-hak tiap warganya dijamin oleh pemerintah. Sehingga jangan heran kalau tingkat kompetisi di sana sangat tinggi.Negara kita juga pernah menerapkan sistem liberal ini. Yaitu pada masa Demokrasi liberal. Apa yang terjadi? Negara kita mengalami krisis yang cukup parah. Parlemen hanya berumur singkat. Kemiskinan merajalela. Ternyata paham ini tidak cocok diterapkan di negara kita. Krisis ini kemudian diakhiri dengan Dekrit Presiden tahun 1959.

SPIRITUALISME

Spiritualisme di dalam agama adalah kepercayaan, atau praktek-praktek yang berdasarkan kepercayaan bahwa jiwa-jiwa yang berangkat (saat meninggal) tetap bisa mengadakan hubungan dengan jasad. Hubungan ini umumnya dilaksanakan melalui seorang medium yang masih hidup. Ada keterlibatan emosional yang kuat, baik pada penolakan maupun penerimaan terhadap spiritualisme ini yang membuat sulitnya suatu uraian imparsial dipakai untuk membuktikannya.
Spiritualisme di dalam filsafat adalah sebentuk karakteristik dari sistem pemikiran manapun yang meyakini eksistensi dari realitas immaterial yang tak bisa dicerap oleh indria. Didefinisikan seperti itu, spiritualisme jadi melingkupi cakupan di dalam berbagai pandangan filosofis yang luas. Makanya, dualisme dan monisme, theisme dan atheisme,pantheisme, idealisme, dan banyak posisi filosofis lainnya juga dikatakan bersesuaian dengan spiritualisme, sejauh mereka juga beranggapan bahwa realitas ini bebas dan bersifat superior ketimbang materi.
Berbeda dengan spiritualisme, spiritisme merupakan keturunan langsung atau pengembangan dari animisme “yang percaya bahwa semua benda dan kejadian alam berjiwa”, dan dinamisme “yang percaya bahwa ada manifestasi-menifestasi dari kekuatan tertentu dibalik semua dinamika semesta dan fenomena-fenomena alam”. Pengaruh dari kedua cikal-bakal spiritisme ini terasa sangat kuat di kalangan masyarakat primitif.
‘Berjiwa’ disini lebih dimaksudkan sebagai punya kekuatan “baik kasat indria maupun tidak” seperti kekuatan untuk penyembuhan, kekebalan, tenaga-dalam dan hal-hal yang bersifat kanuragan sampai yang bernuansa klenik lainnya. Betapapun tampak hebatnya kekuatan yang dimaksud, ia selalu mengandung pengertian dan mengarah pada materi atau dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat materialistik dan ragawi.
Bagi penganutnya, segala sesuatunya hanya bisa disebut nyata ada bila bisa dimaterialisasikan dan kasat-indria. Bila tidak, ia tak nyata. Bagi mereka hanya realitas material-lah yang ada.
Sayangnya, kedua istilah ‘yang berbeda secara diametrikal’ ini seringkali dikacaukan orang. Teramat sering kita saksikan kalau hal-hal yang sebetulnya merupakan bagian dari spiritisme disebut sebagai spiritualisme. Sementara acara televisi dan pembicara serta penlis di media-massa lain punya andil besar terhadap kekacauan atau salah-kaprah ini. Sedihnya lagi, kesalah-kaprahan ini malah sudah menjangkiti sementara kalangan terdidik.
Ditinjau dari tiga sifat dasar makhluk hidup triguna), spiritisme cenderung tergolong pada sifat rajas (aktif, ambisius, dinamis, agresif) dan tamas (pasif, lembam, inersia, gelap); sedangkan spiritualisme cenderung sattvam (proaktif, kalem, seimbang, jernih). Kalau spiritisme sangat eksternalistis, maka spiritualisme lebih bersifat internalistis. Pencarian spiritisme mengarah ke luar diri, sedangkan pencarian spiritualisme mengarah ke dalam diri.

MARXISME

Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Marxisme mencakup mterialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial.

Latar Belakang
Teori ini merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme.


STOISME

Stoa didirikan di athena oleh Zeno dari Kition tahun 300 SM. Nama stoa
menunjukan serambi bertiang, tempat Zeno memberi pelajaran. Menurut Stoisme , jagat raya dari dala sama sekali ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut Logos (rasio), berdasarkan rasio manusia sanggup mengenal orde universal dalam jagat raya. Ia akan hidup bijaksana dan bahagia asal saja ia bertindak menurut rasionya. Jika memang demikian ia akan menguasai nafsu-nafsunya dan mengendalikan diri secara sempurna, supaya dengan penuh keinsyafan ia menaklukan diri pada hukum-hukum alam. Seorang yang hidup menurut prinsip stoisme sama sekali tidak memperdulikan kematian dan segala malapetaka lain, karena insyaf bahwa semua akan terjadi menurut keharusan mutlak. Sudah nyata kiranya bahwa etika stoisme ini betul-betuk bersifat kejak dan menuntut watak yang sungguh-sungguh kuat. Ini cocok untuk watak romawi yang pragmatis. Dan suskses besar jama SENECA (2 -650 dan Kaisar Marcus Aurelius (121 – 180).
aliran stoisme (Stoic) dimana meletakkan kebajikan pada kepuasan emosional dan spiritual. Pandangan terhadap moralitas tersebut didasarkan pada tujuan apa yang terkandung dalam suatu bentuk tindakan untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan.
Hal ini merupakan suatu hal yang logis, karena manusia dihadapkan pada situasi untuk menentukan arahan moral. Situasi tersebut menuntut manusia untuk segera merealisasikannya. Yaitu kebutuhan fisik (yang meliputi makan, minum, dan seksual), kebutuhan emosional (ketenangan, kearifan, kedamaian, dsb), kebutuhan sosial (kerjasama, interaksi sosial, komunikasi dll), dan kebutuhan spiritual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu direalisasikan dalam kehidupan yang nyata, sehingga ada beberapa bentuk tindakan yang dinilai berdasarkan pada tujuan-tujuan perealisasian dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Rabu, 02 Maret 2011

pancasila tugas 2

pancasila sebagai sistem filsafat

Pengertian Sistem Dan unsur2nya.

Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa yunani “system” yang artinya adalah himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :

1. L. James Havery


Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

2. John Mc Manama

Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.

3. C.W. Churchman

Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.

4. J.C. Hinggins

Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.

5. Edgar F Huse dan James L. Bowdict
Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan mempengaruhi keseluruhan.

sumber : http://www.creativebrain.web.id/


Objek materi filsafat adalah mempelajari segala hakikat sesuatu baik materal konkrit (manusia,binatang,alam dll) dan abstak (nilai,ide,moral dan pandangan hidup).
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu tujuan tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.



Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan kenyataan objektif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pancasila memberi petunjuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan suku atau ras.

Ciri-ciri suatu sistem :
Suatu kesatuan bagian-bagian
Bagian-bagian mempunyai fungsi sendiri
Saling berhubungan dan ketergantungan
Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem)
Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks


B. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Kesatuan

1. Kesatuan Yang Sistematis

KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU KESATUAN YANG SISTEMATIS,HIRARKIS & LOGIS

* Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sitem filsafat
*Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang : saling berhubungan, saling bekerja sama, untuk suatu tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Jadi Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian, yaitu sila-sila Pancasila, setiap sila pada hakikatnya :
* merupakan suatu asas sendiri
* fungsi sendiri-sendiri
Namun secara keseluruahan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.

2. Kesatuan Yang Bersifat Organis

Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal
dan bersumber pada hakikat manusia “monopluralis” yakni :
-susunan kodrat, jasmani rohani
-sifat kodrat, individu- makhluk sosial
-kedudukan kodrat, pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan YME

3. Kesatuan Yang Bersifat Hirarkis, Berbentuk Piramidal

Dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya, dan isi sifatnya merupakan pengkhususan dari sila-sila di mukanya.
Sila I menjadi basis dari Sila II, III,IV dan V
Ketuhanan YME adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, serta berkeadilan sosial, sehingga setiap sila terkandung sila-sila lainnya.

1. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu

sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang

saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara

keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memiliki

ciri-ciri sebagai berikut :

a. suatu kesatuan bagian-bagian

b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri

c. saling berhubungan dan saling ketergantungan

d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama

(tujuan sistem)

e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendirisendiri,

fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara keseluruhan adalah suatu

kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil

dan makmur berdasarkan Pancasila.
2. a. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis

Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan

peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari

kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang

majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri

terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.

Kesatuan sila-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara

filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung

dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang

memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk

sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang

Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis

harmonis.

b. Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk Piramidal.

Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis

yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal

urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila

Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari silasila

sebelumnya atau diatasnya.

Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan

yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila

merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu

Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.

Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada

landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu,

hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia.

Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus

sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai

dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila

keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat;

dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat

adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal

adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai

sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan

serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

c. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan

Saling Mengkualifikasi

Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis piramidal

juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi. Hal itu dimaksudkan

bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam

setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh

rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi

adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan

yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.