SILOGISME HIPOTETIS DAN BENTUK PENYIMPULAN LAIN
Pedebatan adu argumentasi yang terjadi antara Socrates dan Plato dengan kaum Sofis (kelompok guru profesional di masyarakat Yunani abad ke-6 SM) menjadi kajian yang sangat menarik bagi Aristoteles untuk menganalisis penggunaan bahasa dan bentuk-bentuk pemikiran. Ditemukan oleh Aristoteles bahwa bahasa sangat terkait dengan penalaran manusia; bahwa bahasa adalah lambang pemikiran; bahwa terdapat kaidah-kaidah berpikir yang universal dan dapat menguji kesahihan bentuk-bentuk penalaran.
Mengenai bentuk penalaran, Aristoteles juga menemukan dua (2) alur atau cara berpikir, yaitu analitika dan dialektika. Analitika merupakan cara berpikir yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar lalu membuat kesimpulan. Dialektika merupakan cara berpikir yang bertitik tolak dari hipotesa menuju penyimpulan yang bersifat mungkin. Dua istilah ini, analitika dan dialektika, kini menjadi bagian dari ilmu yang sekarang disebut logika. Oleh karena itu, Aristoteles boleh dipandang sebagai penemu logika yang memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual umat manusia. Aristoteles sendiri tidak menyebutnya dengan logika melainkan analitika. Hal ini menunjukkan kecendrungan cara berpikir Aristoteles yang analitik yang dicirikan dengan keketatan dan jelasnya penggunaan term-term.
Menurut McKeon dalam Introduction to Aristotle (The Modern Library, New York, 1947), tulisan-tulisan logika Aristoteles terdapat pada enam buku yang kemudian secara tradisi dikelompokkan menjadi sebuah nama, Organon. Keenam buku asli Aristoteles yang membahas logika itu adalah Categories, On Interpretation, Prior Analytics, Posterior Analytics, Topics, dan On Sophistical Refutations. Buku yang disebut terakhir inilah, On Sophistical Refutations, membeberkan kesalahan-kesalahan penalaran (fallacious argument) yang dilakukan oleh kaum Sofisme. Dalam buku itu, Aristoteles tidak luput pula menyerang kaun Sofis dengan menyebutkan 13 tipe kesesatan dengan perincian: enam (6) kesesatan karena bahasa dan tujuh (7) kesesatan relevansi mengenai materi penalaran
Sebelum Aristoteles, Socrates dan Plato telah menggunakan prinsip-prinsip logika dalama rgumen-argumen mereka, bahkan, termasuk kaum Sofis, meski yang terakhir ini memakainya secara keliru untuk menyesatkan penalaran. Seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan Socrates telah mengandung unsur-unsur logika. Misalnya, pernyataan Socrates: "Setiap kebajikan adalah kesalehan, tapi tidak setiap kesalehan adalah kebajikan", telah mempekenalkan pengertian genus (kesalehan) dan spesies (kebajikan), dua konsep/pengertian yang kerap dipakai dalam logika Aristoteles. Kalimat Socrates itu identik dengan pernyataan logika: "Setiap anjing adalah binatang, tapi tidak setiap binatang adalah anjing. Karena, binatang adalah genus, sedangkan anjing adalah spesies atau anggota dari genus binatang
Upaya pencarian definisi umum pengertian-pengertian etis Socrates juga telah mengandung makna identitas dari masing-masing pengertian etis tersebut. Lalu, oleh Aristoteles pengertian-pengertian ini diperluas mencakup entitas-entitas lain, tidak terbatas pada etika. Dengan menganalisis definisi, spesies, genus, muncullah istilah kategori yang didefinisikan sebagai 'ultimate concept', yaitu pengertian yang sifatnya paling umum sehingga tidak bisa diturunkan dari pengertian lain. Ada sepuluh (10) kategori menurut Aristoteles, yaitu substansi (contoh: manusia), kuantitas (contoh: dua), kualitas (bagus), relasi (separuh), tempat (di toko), waktu (sekarang), keadaan (berdiri), posesi (bersepatu), aksi (membakar), dan pasivitas (terbakar). Pengaruh ajaran Plato juga nampak dalam buku Aristoteles, Prior Analytics. Dalam buku itu termuat bahwa Aristoteles menemukan bentuka penalaran yang bergerak dari universal ke partikular yang disebut dengan silogisme (syllogismos=syllogismos). Silogisme adalah pola berpikir deduktif yang memiliki kebenaran pasti dan niscaya; berangkat dari hal-hal umum menuju hal-hal khusus. Kesahihan deduksi tidak tergantung kepada pengalaman inderawi, tapi semata-mata kepada konsistensi rasio.
Dengan demikian, silogisme Aristoteles boleh dipandang sebagai perkembangan dari "silogisme lemah" Plato, dengan pengertian bahwa prinsip silogisme Aristoteles telah digunakan secara umum dan sistematis. Berikut disajikan perbandingan keduanya
Silogisme lemah Plato:
Dunia Idea-Idea adalah universal
Keadilan mengandung Ideal
Jadi, keadilan mengandung (nilai) universal
Silogisme umum Aristoteles:
Semua manusia akan mati (Premis mayor)
Socrates adalah manusia (Premis minor)
Jadi, Socrates akan mati (Konklusi)
SILOGISME HIPOTETIS
Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki premis mayor berupa proposisi hipotetis (jika), sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris.
Struktur Silogisme
Sebuah silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu dua proposisi yang disajikan dan sebuah proposisi yang ditariknya. Proposisi yang disajikan dinamai premis mayor dan premis minor, sedangkan kesimpulannya dinamai konklusi. Setiap proposisi terdiri atas dua term. Oleh karena itu, silogisme harus mempunyai enam term. Sebenarnya, silogisme hanya memiliki tiga term, karena untuk masing-masing dinyatakan dua kali. P konklusi disebut term mayor, sedang S-nya disebut term minor, dan term yang sama-sama terdapat pada kedua proposisi disebut term pnengah. Term penengah ini merupakan factor terpenting dalam silogisme, karena penyebab kedua premis dapat saling berhubungan sehingga menghasilkan konklusi. Dengan perkataan lain, term penengah menetapkan hubungan term mayor dengan term monir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam silogisme yaitu:
(1) Premis mayor disajikan terlebih dahulu, lalu diikuti premis minor;
(2) term penengah dilambangkan oleh M;
(3) term mayor dilambangkan oleh P; dan
(4) term minor dilambangkan oleh S.
Pembagian Silogisme
Secara garis, silogisme dapat dibedakan atas dua macam yatu silogisme murni dan silogisme campuran, silogisme mempunyai hubungan yang sama pada proposisinya. Kebalikanya, silogisme campuran memiliki hubungan yang berbeda pada proposisinya.
Silogisme murni dapat dibedakan lagi atas: (1) silogisme murni kategoris (semua proposisi pembentuknya kategoris) ; (2) silogisme murni hipotesis (semua proposisi pembentuknya hipotesis) ; dan (3) silogisme murni disjunktif (semua proposisi pembentuknya desjunktif).
Silogisme campuran dibedakan atas:
(1) Silogisme campuran hipotesis kategori (premis mayor hipotesis, premis minor kategori dan konklusinya kategoris) ; (2) silogisme campuran kategoris disjunktif (premis mayor disjunktif, permis minor kategoris, konklusinya kategoris) ; dan (3) silogisme campuran dilema (premis mayornya hipotesis, premis minor disjunktif, dan konklusinya kategoris atau disjunktif).
Prinsip Dasar Silogisme
(2) Ada dua prinsip dasar dalam silogisme.
(3) (1) Terdapat dua buah term, keduanya mempunyai hubungan dengan term lain, maka kedua term itu satu sama lainnya memiliki hubungan pula (A = C; B = C; ... A = C).
(4) Contohnya : Pak Ewoy adalah ayah Ewey
(5) Pak Ewoy adalah guru SD
(6) Jadi, ayah Ewoy adalah guru SD
(7) (2) Terdapat dua buah term, satu di antaranya mempunyai hubungan dengan sebuah term ketiga, sedangkan term yang satu lagi tidak, maka kedua term itu tidak mempunyai hubungan satu sama lain (A = C; B = C; ... A = B).
(8) Contoh : Ani bukanlah putrid Pak Ano
(9) Puteri Pak Ano sngatlah cantik
(10) Jadi, Ani tidaklah cantik
1. Silogisme Kondisional
Adalah silogisme yang mempunyai premis mayor berupa proposisi kondisional, sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris. Contoh:
Jika ada hidup, maka ada perjuangan
Hidup ini ada
Jadi, ada perjuangan
Catatan: Pada kalimat “Jika ada hidup, maka ada perjuangan”
Jika ada hidup --> ANTESEDENS
maka ada perjuangan --> KONSEKUENS
1.1 Modus Ponen
Jika antesedens cocok untuk premis minor, maka konsekuensnya harus cocok pula dalam kesimpulannya. Kebenaran yang memengaruhi antesedens memengaruhi kebenaran konsekuensnya.
Contoh 1:
Jika seseorang mengidap kanker, maka ia sakit parah
Adit mengidap kanker
Jadi, Adit sakit parah
Contoh 2:
Jika seseorang mengidap AIDS, maka ia mengidap penyakit yang menyedihkan
Fahmi tidak mengidap AIDS
Jadi, ia tidak mengidap penyakit yang menyedihkan
1.2 Modul Tollens
Yaitu jika:
1. konsekuens tidak sesuai maka antesedens harus tidak sesuai
2. jika konsekuens benar, maka antesedens dapat benar dan dapat pula salah
Contoh 1:
Jika seseorang mengidap kanker tulang, ia dapat dinyatakan sakit keras
Maria tidak sakit keras
Jadi, Maria tidak mengidap sakit kanker tulang
Contoh 2:
Jika seseorang menderita rabun jauh, maka ia memerlukan kacamata
Juan memerlukan kacamata
Jadi, ia menderita rabun jauh
2. Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang memiliki premis mayor berupa proposisi disjungtif (atau), sedangkan premis minor dan kesempulannya berupa proposisi kategoris.
Contoh 1:
Munir akan pergi kuliah atau nonton film
Ia ternyata pergi kuliah
Jadi, ia tidak pergi nonton film.
Contoh 2:
Semua napi bersifat manusiawi atau kejam
Napi Jupika itu kejam
jadi, ia itu tidak manusiawi
Silogisme hipotesis adalah model argumentasi yang premis mayornya berupa proposisi kondisional. Premis mayor ini terdiri dari dua bagian: bagian pertama mengandung syarat (sebab) yang dimulai dengan “jika…”; lazimnya disebut antesedens, dan bagian kedua mengandung apa yang disyaratkan (akibat) yang dimulai dengan “maka…”; lazimnya disebut konsekuens. Dalam logika, premis mayor dari argumen ini biasanya tersusun dalam empat pola, yakni : a) “jika A, maka B” b) “jika A, maka bukan B” c) “jika bukan A, maka B” d)“jika bukan A, maka bukan B”. Argumen kondisional dengan premis mayor yang tersusun dalam empat pola itu, dikenal dalam dua jenis, yakni argumentasi kondisional dalam arti luas dan argumentasi kondisional dalam arti sempit. Jika mahasiswa sudah memahami silogisme hipotesis secara teknis, maka atas dasar berbagai pertimbangan pikiran, mahasiswa dapat menghindarkan diri dari perilaku plagiarisme.
Dari pembahasan diatas dapat kita ketahui bahwa untuk dapat berfikir logis, terlebih dahulu mahasiswa perlu memahami kaidah-kaidahnya. Salah satunya ialah memahami tentang silogisme hipotesis dan komponen-komponen pendukungnya. Dengan memahaminya, maka kita dapat menerapkanya dalam berbagai kegiatan akademik. Hal ini bukan tidak mungkin, akan membantu mahasiswa untuk dapat berpikir tepat dan logis serta mencegah dari tindakan plagiarisme yang sangat di kecam dalam lingkungan perguruan tinggi.
. Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Konditional hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Mn : Air tidak ada.
K : Jadi, Manusia akan kehausan.
My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.
Mn : Makhluk hidup itu mati.
K : Makhluk hidup itu tidak mendapat udara.
contoh dari kalimat Silogisme Hipotesa :
1.kendaraan bermotor yang berjalan pasti butuh bensin
motor butuh bensin jadi motor bisa berjalan
jika tidak dijalankan maka tidak butuh bensin
motor tidak dijalankan jadi motor tidak butuh bensin
2.Mahluk hidup yang bernapas pasti hidup
mahluk hidup bernapas
jadi yang bernapas mahluk hidup
-Jika saham dijual menguntungkan.
Saham dijual akan menguntungkan.
Jadi saham menguntungkan.
-jika inflasi terjadi harga2 barang tinggi.
Inflasi terjadi maka harga2 barang akan tinggi.
Jadi inflasi menyebabkan harga barang tinggi.
Silogisme alternatif.
-Joko adalah seorang manajer atau karyawan.
Joko adalah seorang karyawan.
Jadi joko bukan seorang manajer.
-Bank syariah adalah bank yamg menggunakan tingkat suku bunga atau bagi hasil.
Bank syariah adalah bank yang menggunakan sistem bagi hasil.
Jadi Bank Syariah bukan bank yang menggunakan tingkat suku bunga.
Jika air dimasukkan ke dalam kulkas akan menjadi dingin
Air dimasukkan ke dalam kulkas sehingga menjadi dingin
Jadi, jika air tidak dimasukan ke dalam kulkas maka air tidak akan menjadi dingin
Contoh :
Jika hari ini cerah , saya akan ke rumah kakek ( premis mayor )
Hari ini cerah ( premis minor )
Maka saya akan kerumah kakek ( kesimpulan ).
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuen
Contoh :
Jika hutan banyak yang gundul , maka akan terjadi global warming ( premis mayor )
Sekarang terjadi global warming ( premis minor )
Maka hutan banyak yang gundul ( kesimpulan ).
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent
Contoh :
Jika pembuatan karya tulis ilmiah belum di persiapkan dari sekarang, maka hasil tidak
akan maksimal
pembuatan karya ilmiah telah di persiapkan
maka hasil akan maksimal
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari konsekuen
Contoh :
Bila presiden Mubarak tidak turun , Para demonstran akan turun ke jalan
Para demonstran akan turun ke jalan
Jadi presiden Mubarak tidak turun.
Kaidah silogisme hipotesis
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen .engan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
My : jika tidak ada uang manusia sangat kesulitan tuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Mn : Uang tidak ada
K : jadi, manusia akan kesulitan tuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar